Belajar Memaklumi Kelalaian Orang Lain

Halo, Sobat Blogger!

Belajar Memaklumi Kelalaian

Memang setiap manusia itu tempatnya khilaf, kadang suka tak sadar bahwa apa yang telah dilakukannya dapat merugikan orang lain. Namun, kita sendiri juga harus tahu bahwa kita pun tak lepas dari khilaf tersebut. Pasti dong, kita juga pernah lalai.

Bukan berarti kita santai saja dan tak mengubah sifat tersebut, ya. Sifat buruk yang kita punya sebisa mungkin harus kita ubah. Menjadi pribadi yang lebih baik lagi dan tidak lagi mengulangi kesalahan yang fatal. Selain itu, kita juga harus selalu bersyukur jika masih ada orang-orang yang memaklumi sifat buruk yang kita punya.

Bicara tentang bersyukur, coba baca tulisan punya Mba Linda ini deh, agar hati selalu bersyukur. Dengan begitu kita bisa lebih memahami lagi apa arti bersyukur dan mengapa hati ini harus selalu bersyukur.

Balik lagi perihal masalah lalai dan amanah, saya punya cerita. Sebenarnya cerita ini bukan hal perlu dibesar-besarkan, saya cerita ini juga ingin mengambil sudut pandang lain. Bahwa berperilaku bijak sangat melegakan hati ternyata. Jadi begini ceritanya,

Awal Mula ...

Saya mengikuti kelas antologi di salah satu komunitas menulis. Kelas tersebut berbayar dan buku akan diterbitkan oleh penerbit mayor. Berhubung saya punya target yang harus saya kejar, jadi saya mengikuti kelas menulis tersebut. Selain itu, ingin banget dong buku yang saya tulis mejeng cantik di buku toko. Tanpa berpikir panjang saya pun daftar kelas tersebut.

Kelas menulis ini, memang dipastikan buku akan terbit mayor karena outline sudah dibuat oleh PJ dan sudah diterima oleh editor penerbit mayor. Nah, siapa sih yang enggak semangat mengikuti kelasnya karena memang sudah dipastikan terbit mayor buku antologi ini.

Kontributor diberikan waktu hanya satu bulan dalam menyelesaikan naskah. Sebelumnya sudah ada beberapa tema yang bisa kontributor pilih. Masing-masing kontributor hanya memilih satu tema saja. Lalu mencari referensi, karena buku yang akan ditulis adalah buku non fiksi. Jadi sumber dan referensi harus valid kebenarannya.

Saya mengerjakan cukup cepat waktu itu, karena memang memiliki deadline menulis lain. Enggak mau juga sampai ketinggalan kereta tulisan saya enggak keangkut karena saya lalai. Jadi, waktu itu langsung menulis sebelum deadline.

Alhamdulillah, naskah saya diterima sama PJ Antologi tanpa revisi. Jadi, ada pengalaman bagus untuk menulis buku yang akan terbit mayor. Semoga aja suatu saat kesampaian untuk menulis buku solo terbit mayor. Aamiin.

Baca juga 4 Tips Untuk Selalu Super Hati-Hati dengan Penerbit Indie!

Tidak Ada Kabar Lagi, Lalu Buku Terbit ...

Belajar Memaklumi Kelalaian

Setelah naskah beberapa kontributor terkumpul, ada beberapa kontributor yang belum menyelesaikan naskahnya. Di grup juga sudah di mention oleh PJ-nya. Namun tak ada kabar lagi setelahnya. Mungkin saja sudah di japri oleh PJ-nya.

Sampai beberapa bulan kemudian, buku tersebut TERBIT! Alhamdulillah.

Saya senang sekali akhirnya buku antologi dari penerbit mayor terbit juga. Ini buku kedua saya yang terbit mayor. Jadi merasa senang sekali. Masyaallah.

Ternyata gak ada kabar, bukan berarti si PJ mengabaikan naskah kita dan enggak diurus. Bisa jadi memang tak sempat memberi kabar di grup. Jadi, terkesan tak ada kabar.

Saya pun tak begitu mempermasalahkan yang penting buku tersebut terbit, begitu pikir saya waktu itu.

Namun, setelah cek daftar isi, tema yang saya tuliskan untuk buku antologi tersebut, TAK ADA!

Wah, rasanya campur aduk dan takut. Sempat berpikir apakah emang diganti temanya atau lupa gak masuk daftar isi atau emang enggak ada beneran? Akhirnya saya tanyakan langsung ke PJ-nya. PJ-nya lebih kaget ternyata dari saya.

Beliau minta maaf dan akan mengeceknya nanti karena beliau berada di luar kota. Saya berusaha positive thinking dan berharap tulisan saya tetap masuk meski gak ada di daftar isi.

Tapi, ternyata tulisan saya benar tidak ada di buku itu. Si PJ pun bolak balik minta maaf karena kelalaiannya. Karena beliau juga harus mengurus orangtuanya yang sakit jadi harus bolak balik ke luar kota. Saya pun memakluminya.

Saya pikir pun tak guna juga marah-marah. Marah-marah tak akan membuat tulisan saya muncul di buku tersebut. Namun, ada rezeki yang tak terduga setelah kejadian ini. Masyaallah.

Insyaallah, ganti dari buku antologi ini bisa membuat saya menggapai cita-cita, yaitu menulis buku duet yang diterbitkan mayor. Allahu Akbar. Meski belum buku solo setidaknya nyicil dulu ke buku duet, hihi.

Lalu, apa saja yang perlu kita pelajari dari kisah di atas? Menurut pengalaman saya sendiri, ini bisa dijadikan salah satu cara agar kita tak mudah marah-marah ketika orang lain lalai akan amanahnya. Simak, yuk :

1. Bicarakan Baik-Baik

Kecewa pasti, kesal pun iya. Namanya buku yang ditunggu-tunggu terbit, apalagi terbit mayor. Tapi kita juga harus menyelesaikannya dengan kepala dingin. Oleh karena itu, ada baiknya kita bicarakan baik-baik dengan yang bersangkutan.

Jika di rasa kita sangat kecewa. Coba untuk tenangkan pikiran dulu. Banyak istighfar agar kita tak melakukan hal yang buruk dan bikin menyesal nantinya. Jika sudah baikkan, bisa kita mulai pembicaraan dan diskusi. Baiknya bagaimana solusinya tanpa harus marah-marah.

2. Tanyakan Kronologinya

Pasti kita tak akan habis pikir. Kok bisa sih, sampai lupa dan lalai? Ya, namanya juga manusia. Tempatnya salah dan khilaf. Bisa jadi urusan di dunia nyata dan urusan keluarga bikin kita kadang tak fokus. Sampai akhirnya terjadi hal yang tak kita inginkan.

Nah, tak ada salahnya untuk tanyakan baik-baik kronologinya. Kenapa dia bisa lalai? Kenapa amanahnya tak dijalankan dengan baik? Dan pertanyaan lainnya yang bikin kita penasaran. Jika memang semua itu salahnya dan dia pun meminta maaf. Maka, jadilah pemaaf dan menjadi orang yang berjiwa besar.

Baca juga Ketika Ide Kita Telah Diambil Orang Lain!

3. Memaafkan dengan Tulus

Memaafkan kadang sulit jika kita sudah sangat kecewa. Tapi coba pikirkan apa yang sedang Allah rencanakan dibalik itu semua. Pasti ada hal yang indah bukan? Bisa jadi Allah ingin menguji kesabaran kita. Allah ingin membuat kita menjadi orang yang pemaaf.

Selain itu, Allah juga ingin kita untuk tak mudah marah dalam menyikapi masalah. Tak ada salahnya untuk jadi pemaaf. Apa yang kita tanam itu yang akan kita tuai. Jadi, tak perlu ragu untuk memaafkan dengan tulus dan ikhlas.

4. Memaklumi Kelalaiannya

Belajar Memaklumi Kelalaian

Memaklumi kelalaiannya, agar suatu saat kita juga dimaklumi ketika sedang lalai. Setiap manusia pasti pernah lalai. Pernah tak amanah ketika sedang diberikan amanah. Dari situ kita belajar bahwa amanah itu suatu hal yang penting dan jangan sampai kita lalai lagi.

Bersyukur ketika ada orang lain memaklumi kita lalai, itu tanda Allah sayang kita dan menyadari bahwa masih banyak orang yang bisa memaklumi kita ketika lalai. Jadi, kita pun akan lebih segan kepada orang tersebut dan akan berperilaku sama ketika bertemu orang yang lalai terhadap amanah yang kita beri, yaitu bisa menjadi orang yang pemaaf juga.

5. Jika Kita Ada di Posisinya

Ya, coba saja kita ada di posisinya. Pasti tak akan mudah. Merasa bersalah, merasa tak amanah, merasa sangat zhalim dan lain sebagainya. Apalagi jika orang tersebut marah-marah kepada kita. Bukankah kita pasti merasa enggak enak hati? Padahal kita tahu kita salah, tapi kita juga ingin orang tersebut memaklumi dengan harapan kita tak akan lagi lalai.

Setiap orang baik, insyaallah akan bertemu juga dengan orang baik. Jadi, bismillah ketika kita juga memberikan kebaikan kepada orang lain, insyaallah kita pun juga akan mendapatkan kebaikan tersebut. Selain itu, hati jadi lebih lega dan gak akan menyesal.

6. Cari Kelas Menulis Lain dan Tetap Berkarya

Jika kita merasa kurang sreg dengan kelas menulis tersebut. Tak masalah untuk mencari kelas menulis lain. Kalau saya pribadi, akan tetap berkarya dan tetap ikut kelas menulis tanpa kapok. Saya sudah sering juga mengalami hal ini di dalam dunia menulis.

Malah pernah buku saya gak datang, padahal sudah bayar. Dihubungi pihak penerbitnya, nomernya sudah tak aktif. Jadi, ya setiap saat pasti ada saja cobaannya. Namun, bukan berarti berhenti berkarya kan? Jadi, jangan kapok untuk terus ikut kelas menulis dan menerbitkan buku.

Baca juga Yuk, Sikapi Masalah dengan Bijak, Cek 9 Hal Ini!

Itu tadi kisah saya tentang belajar memaklumi kelalaian orang lain. Saya gak selalu seperti cerita di atas kok. Kadang juga marah-marah kalau pas lagi bad mood, hehe. Mungkin pas itu saya lagi good mood, makanya bisa langsung memaafkan dan memaklumi.

Setelah saya pikirkan lagi, saya juga pernah lalai terhadap amanah kepada orang lain. Tapi, Alhamdulillah dia memaklumi saya dan memaafkan. Dari situlah saya berpikir untuk berusaha menjadi orang yang pemaaf.

Semoga tulisan saya ini bisa jadi reminder saya suatu hari dan juga untuk teman-teman semua yang membaca. Semoga bermanfaat.

Salam,

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ketagihan Snack dari Have a Snack, Kudu Cobain!

Pentingnya Mengenal Asmaul Husna Lebih Dekat!

9 Kelebihan Ibis Paint X, Membuat Header Blog Semakin Kece!